Ketegangan antara warga permukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan aparat keamanan Israel semakin memuncak. Aparat keamanan Israel pun terpaksa menangkap seorang wali kota di permukiman Yahudi itu karena menentang Pemerintah Israel.
Untuk meredakan ketegangan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Kamis (3/12), bertemu dengan para pemimpin permukiman di Tel Aviv itu. Harian Israel, Haaretz, memberitakan Netanyahu menawarkan sejumlah langkah untuk menenteramkan pemukim di Tepi Barat, antara lain pendanaan lebih besar untuk biaya sekolah dan jasa lainnya yang dibutuhkan warga.
Netanyahu menekankan akan menegakkan keputusan pembekuan pembangunan permukiman selama 10 bulan ini sebagai salah satu cara untuk membujuk Palestina berunding.
Namun, Netanyahu sekaligus menjanjikan pembangunan akan diteruskan jika jangka waktu 10 bulan itu habis tanpa ada kesepakatan damai dengan Palestina.
Salah satu pemimpin senior di permukiman, Pinhas Wallerstein, kepada Radio Angkatan Darat, Kamis, menegaskan tidak akan menghentikan konstruksi.
MK Ya’akov Katz, Ketua Partai Persatuan Nasional yang berhaluan kanan, juga bertekad melawan penghentian itu.
Kericuhan di permukiman Beit Arieh merupakan yang paling serius. Konfrontasi sudah berlangsung lima hari di wilayah pendudukan Tepi Barat itu.
Pasukan keamanan Israel menangkap Avi Naim, Wali Kota Beit Arieh, nama sebuah permukiman Yahudi, Rabu (2/12). Naim berusaha menghalang-halangi pasukan keamanan yang akan menghentikan konstruksi di wilayahnya. Akan tetapi, Wali Kota itu kemudian dibebaskan karena mengeluhkan sakit jantung.
Hanya main-main
Atas tekanan AS, Israel mengumumkan moratorium sebagian konstruksi di Tepi Barat. Para inspektur ditugasi untuk menegakkan keputusan. Telah dikeluarkan pula lebih dari 60 surat perintah untuk penghentian konstruksi yang tak memiliki izin. Moratorium itu juga membekukan pemberian izin-izin baru pembangunan perumahan di seluruh Tepi Barat.
Palestina menganggap upaya itu hanya main-main. Masalahnya, sudah telanjur ada 3.000 izin untuk pembangunan rumah, yang kini sudah dalam tahapan konstruksi. Juga sudah ada izin pembangunan beberapa sekolah, sinagoga, dan bangunan nonperumahan. Ini tidak dihentikan lewat moratorium itu.
Keputusan Israel itu pun tidak mencakup pembatasan pembangunan permukiman Yahudi di Jerusalem Timur, yang direncanakan menjadi ibu kota Palestina kelak. Para pemimpin Palestina menuntut pembekuan semua konstruksi sebagai syarat untuk awal perundingan damai.
Penolakan Palestina untuk kembali berunding akan membuat para pemimpin konservatif Israel menghadapi aksi protes kelompok garis keras.
Ketegangan pun meningkat antara Uni Eropa (UE) dan Israel. Ini terkait sebuah rancangan dokumen yang mengecam kebijakan Israel di Jerusalem Timur. UE juga ingin memperkuat klaim Palestina atas kota itu.
Kelompok hak asasi manusia Israel, HaMoked, melaporkan Israel telah mencabut identitas 4.577 warga Palestina di Jerusalem Timur dan berusaha menekan jumlah warga Palestina di kota tersebut.
Terima Kasih
admin suaveOnline
0 komentar: